Posted in My Novels

TAKE A PEEK: PRESIDENT’S ORDER

17. President's Order.jpg

 

Seoul Central Hospital, Seoul, South Korea

Pria itu memegangi kepalanya yang berdenyut, mengernyit saat merasakan seluruh persendiannya begitu kaku saat digerakkan. Bibirnya terasa kering, juga bagian dalam mulutnya, sehingga dia berusaha menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya, walaupun harus dengan susah payah, karena gerakan itu membuat kerongkongannya yang juga kering terasa perih.

Selagi menyesuaikan diri dengan rasa sakitnya, dia membiarkan matanya menelusuri ruangan, juga orang-orang yang berkumpul di sana. Seorang dokter, perawat, ayahnya, dan beberapa orang yang tidak dia kenal. Dia mengira-ngira, menebak-nebak, dan akhirnya sampai pada satu kesimpulan: dia mengalami kecelakaan serius dan mungkin sudah koma selama beberapa waktu.

“Apa yang terjadi?” dia bertanya, serak, karena pita suaranya sudah terlalu lama tidak digunakan. Dia berusaha mengais-ngais memorinya, berharap mendapatkan pencerahan tentang penyebab dari keadaannya yang menyedihkan, walaupun dari pengamatannya, tidak ada satu luka pun yang terlihat. Dan itu hanya berarti dua: dia memang tidak terluka, atau dia menderita banyak luka hanya saja dia sudah berada di tempat ini dalam keadaan tidak sadar begitu lama, sehingga seluruh luka itu telah sembuh dan hilang. Mengingat apa yang dia rasakan sekarang, kemungkinan nomor dua lebih masuk akal.

“Apa kau mengingat sesuatu? Tentang kecelakaanmu?” Dokter itu bertanya, jelas sedang menimbang-nimbang kemungkinan hilangnya ingatan pascatrauma. Dan buruknya, sepertinya itulah yang terjadi.

“Aku tidak ingat,” akunya, merasakan lubang hitam besar dalam memorinya. Dia berusaha mengingat, apa pun yang berhubungan dengan sesuatu yang membuatnya terdampar di sini. Tapi tidak ada. Tidak ada apa-apa.

“Kapan memori terakhirmu? Hari? Tanggal?”

Itu cukup mudah. “Juli,” bisiknya. “Hari Sabtu, tanggal 7 Juli 2018.”

“Apa yang kau ingat?”

“Kim Shin-Yeong.”

Ketegangan langsung memenuhi sekeliling ruangan saat nama itu disebutkan. Kyu-Hyun menyadarinya, walaupun memiliki asumsi berbeda terhadap apa yang sebenarnya terjadi.

“Aku ada kencan dengannya pada hari itu, karena hari Minggu aku harus bertugas,” jelasnya. “Tanggal berapa sekarang?”

“Senin, tanggal 7 Januari.”

“Apa?” sentaknya kaget. “Januari? Sekarang sudah tahun 2019? Apa aku kecelakaan dan mengalami koma selama itu?”

“Bisa tinggalkan kami berdua, Dokter?” Ayahnya angkat bicara, dengan ekspresi yang memperlihatkan bahwa keadaan ini cukup serius.

Dokter itu mengangguk. “Status vitalnya baik dan semua lukanya sudah sembuh dengan sempurna. Bahkan, dia mungkin sudah bisa pulang beberapa hari lagi, jika dia bisa menggunakan kakinya dengan baik. Satu-satunya yang bermasalah hanya benturan di kepalanya yang mengakibatkan amnesia temporal pascatrauma. Lumrah terjadi. Anda bisa menemui saya nanti untuk penjelasan lebih jauh nanti, Mr. President.”

Dokter itu membungkuk sopan lalu beranjak keluar, diikuti oleh semua orang. Yeong-Hwan baru membuka mulut setelah yakin bahwa tidak ada yang bisa mendengar mereka.

“Kau kecelakaan akhir September, Kyu-Hyun~a,” mulainya. “Tanggal yang kau ingat tadi adalah satu hari sebelum kau mengalami kecelakaan yang lain, saat kau sedang bertugas. Kecelakaan yang membuatmu koma seperti ini terjadi karena ada sebuah truk yang muncul tiba-tiba dari arah lain dan kau kehilangan kendali atas mobilmu. Saat itu hujan deras, jadi jalanan sangat licin dan jarak penglihatan hanya sekitar tiga meter. Sedangkan kecelakaan pertama pada bulan Juli terjadi saat kau bertugas. Kau sedang memata-matai sesuatu, ketahuan, dan mereka berhasil membuat mobilmu jatuh ke jurang.”

“Ketahuan?” ulang Kyu-Hyun, sangsi. “Itu tidak terdengar seperti aku.”

“Memang tidak. Kau tidak akan ceroboh seperti itu. Kau dijebak. Ada seseorang yang membocorkan tentang misimu.”

“Kedengarannya masuk akal,” gumam pria itu. “Tapi kenapa ingatan terakhirku malah kejadian sebelum kecelakaan pertama?”

“Aku juga tidak tahu. Mungkin karena kecelakaan pertama itu membuatmu begitu syok. Juga kejadian setelahnya.”

“Keberatan untuk memberitahuku?”

Yeong-Hwan mengambil tempat di samping ranjang dan duduk di atas kursi.

“Kecelakaan itu terjadi pada hari Minggu, 8 Juli. Kau sedang bertugas memata-matai gudang milik Kim Jong-Chul. Tidak ada yang tahu apa yang kau lihat di sana, karena kau benar-benar menutup mulutmu dan tidak mau berbicara pada siapa pun tentang malam itu. Yang pasti, kau mengalami kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit selama dua minggu setelahnya. Tapi aku tahu ada sesuatu yang terjadi di sana, sesuatu yang membuatmu syok, dan itu pasti berhubungan dengan Shin-Yeong, karena dia sekali pun tidak pernah datang menjengukmu. Dan satu minggu setelah kecelakaan itu, dia dikabarkan pindah ke luar negeri.”

“Apa menurutmu dia mengkhianatiku? Maksudku, aku pernah memberitahunya tentang penyelidikanku terhadap ayahnya. Dia mendukung, beralasan bahwa dia ingin ayahnya berhenti melakukan kejahatan. Dan aku dengan bodohnya memberitahukan semua rencanaku padanya. Apa menurutmu dia menjebakku, lalu kabur?”

“Kau mau membicarakan ini? Yah, aku senang-senang saja, tapi selama ini kau selalu berusaha melindunginya.”

“Karena aku melupakan banyak hal, maka aku bersedia membicarakan apa pun yang bisa membantuku mengingat kembali,” ujarnya tenang. “Apa yang terjadi setelahnya?”

Yeong-Hwan menggelengkan kepalanya. “Anakku, kau benar-benar melupakan hal paling luar biasa yang terjadi dalam hidupmu. Masalah besar. Hye-Na tidak akan menyukainya.”

“Hye-Na?” selanya, bingung. “Siapa?”

Yeong-Hwan menghela napas gusar. “Dia menantuku.”

“Menan—sialan, Abeoji, apa kau ingin bilang bahwa aku sudah menikah?” Kyu-Hyun nyaris saja meneriakkan kalimatnya, tapi kepalanya mulai berdenyut lagi dan kerongkongannya terasa seperti akan robek sehingga dia memilih bersandar ke bantal.

Apa-apaan itu? Menikah? Itu kedengarannya lebih mengerikan daripada dikhianati oleh kekasihnya sendiri! Pernikahan tidak pernah disangkutpautkan dengan dirinya dan kata itu tidak pernah melintas di benaknya sekali pun, bahkan saat dia menjalin hubungan dengan Shin-Yeong.

“Ini bukan bagian dari skenario rancanganmu, ‘kan?” tanyanya curiga. Jika itu ayahnya, maka semuanya adalah mungkin.

“Memang apa gunanya bagiku? Lagi pula, kau tinggal lihat sendiri nanti. Kalau kau sudah melihatnya, kau akan berhenti bertanya-tanya kenapa kau bisa menikah. Istrimu itu memiliki pengaruh terhadap para pria. Kau tahu, ‘kan, wanita semacam itu?”

“Tapi aku hanya kehilangan enam bulan memoriku, dan dalam jangka waktu sependek itu aku memutuskan untuk menikah? Yang benar saja!”

“Setelah kecelakaan pertama, kau pindah divisi dan bergabung dalam timnya. Kalian bertemu akhir Juli, dan menikah dua bulan kemudian. Semuanya serba terburu-buru. Aku juga tidak mengerti, pada awalnya. Lalu kau membawa dan mengenalkannya padaku, dan rasa penasaranku terjawab.”

“Apa aku memberitahumu alasannya? Hubungan kita kan tidak buruk. Aku pasti memberitahumu hal-hal penting seperti itu.”

“Yah, kau memberitahuku memang, tapi alasannya sedikit… entahlah, kau yakin mau mendengarnya?”

“Memangnya sememalukan itu?”

Astaga, apa ada sesuatu yang membentur otaknya selama enam bulan itu?

“Kau tahu, ‘kan, betapa konservatifnya caramu berpikir? Jadi, wanita ini, namanya Han Hye-Na, dan aku harus bilang bahwa dia jenis wanita yang bisa membuat seorang gay sekalipun meneteskan liur—meminjam kata-katamu. Intinya, karena hubungan kalian yang sedikit… panas, dan mengingat ada puluhan pria lain yang mengantre di belakangmu untuk mendapatkannya, kau memutuskan untuk menikahinya sebelum kau melanggar aturan.”

“Maksudmu, aku menikahinya agar bisa menidurinya dengan legal? Kau bercanda!” Dia benar-benar berteriak sekarang, melupakan rasa sakitnya. Penjelasan yang diberikan ayahnya sama sekali tidak logis. Dia? Melakukan semua itu demi mendapatkan seorang wanita? Dan siapa wanita ini sebenarnya? Kenapa kedengarannya wanita ini berhasil membuatnya gila?

“Di mana dia? Kenapa dia tidak menungguiku? Kau bilang dia istriku, ‘kan?”

“Tadi pagi aku menyuruhnya pulang. Dia sudah menungguimu selama seminggu, sudah waktunya dia istirahat. Tapi aku sudah menghubunginya tadi, dan dia sedang dalam perjalanan ke sini.”

Abeoji, kalau ada sedikit saja kecurigaan bahwa dia bukan istriku seperti yang kau bilang, kau sebaiknya menyiapkan bukti-bukti yang bisa meyakinkanku atau kau akan menyesal karena sudah mencoba membohongiku.”

“Kau benar-benar tidak percaya bahwa kau sudah menikah ya?”

“Tidak sama sekali,” gerutunya gusar. “Untuk agen sepertiku, menikah membuatku merasa tidak aman. Aku tidak pernah berminat memikul tanggung jawab atas hidup seseorang. Dan tidak ada satu wanita pun yang ingin kujadikan istri, bahkan Shin-Yeong. Jadi sebaiknya wanita satu ini benar-benar luar biasa. Dan pantas.”

***

Kecantikan wanita itu menghantamnya telak. Menyebut wanita itu cantik bahkan terasa menyepelekan. Hanya itu satu-satunya yang bisa dia pikirkan saat wanita itu masuk ke ruang rawatnya. Ragu-ragu, gugup, salah tingkah. Ekspresi yang jelas akan diperlihatkan seorang wanita yang dilupakan oleh suaminya. Dan, dia sendiri, sang suami, harus berkali-kali memperingatkan diri untuk berkonsentrasi, bukannya memandangi wajah, tubuh, ataupun kaki wanita itu yang mengagumkan, yang berhasil membuatnya meneguk ludah kepayahan.

Wanita itu mengenakan gaun putih santai selutut, mengekspos kaki jenjangnya yang pastilah sudah dipandangi banyak pria sambil meneteskan liur. Kulitnya begitu putih, dengan rona kemerahan sehingga tidak tampak pucat. Wajahnya adalah mahakarya. Berbentuk oval, dengan setiap bagian yang terpahat sempurna, yang dia yakini bukan hasil pisau bedah—tangan manusia tidak akan bisa menghasilkan sesuatu seperti itu. Rambut wanita itu berwarna cokelat gelap, ikal, dan hari ini dikepang longgar.

Dan, bibirnya adalah sebentuk godaan penuh dosa.

“Hai,” sapanya. “Senang melihatmu sudah bangun.”

Suara wanita itu terdengar ringan, lembut, dan dia bertanya-tanya bagaimana kedengarannya jika wanita itu menyebut namanya.

“Kyu-Hyun~a?” Wanita itu mengibaskan tangan di depan wajahnya, membuatnya dengan refleks mengerjap. Apa dia baru saja menganga tolol karena sibuk memandangi wanita itu tanpa henti?

Sial. Rekor pertama. Fokusnya tidak pernah terpecah belah, dalam keadaan apa pun, tapi wanita ini berhasil melakukannya.

“Ayahmu bilang kau melupakan aku ya?” tanyanya, dengan senyum di wajah. “Tidak masalah. Kita akan mengurusnya nanti. Kau bisa jatuh cinta padaku lagi,” ucapnya sambil mengedipkan mata.

“Pertama-tama, namaku Han Hye-Na. Seorang agen. Sama sepertimu. Hanya saja aku lebih senior dan jarang bertugas, kecuali jika ada seseorang yang harus ditembak mati. Spesialisasiku adalah menggoda pria, sebelum kita bertemu dan kau memaksaku menikah dan berhenti menjadi wanita liar. Ada lagi yang ingin kau ketahui?”

“Perkenalan diri yang menarik. Kau tidak canggung saat memberitahuku bahwa kau cukup liar.”

Hye-Na menyeringai. “Kalau kau sudah kembali bertugas nanti, kau juga akan tahu. Mendengar desas-desus dan selentingan. Jadi lebih baik kau mendengarnya langsung dariku.”

“Aku penasaran,” ujar Kyu-Hyun hati-hati, menilai setiap ekspresi. “Aku bertanya pada ayahku tentang alasanku menikahimu.”

“Ah…,” Hye-Na bergumam, menunduk saat semburat merah muncul di pipinya.

Jadi wanita itu sudah tahu? Memalukan. Tapi itu juga berarti wanita tersebut lolos tes awal.

“Karena itu aku ingin mengonfirmasi sesuatu. Bisa kau kemari?” Dia menyodorkan tangan, menyuruh wanita itu mendekat. Dan wanita itu melakukannya. Mendudukkan diri di sisi ranjang, lalu mengaitkan jemari ke tangannya yang terulur.

Sentuhan pertama. Dan dia nyaris saja membiarkan tubuhnya bergidik. Wanita itu tidak tampak canggung, dialah yang panas dingin di sini hanya dengan satu genggaman tangan. Itu memperlihatkan seberapa buruknya wanita ini memengaruhinya.

Dia mengepalkan tangan kirinya, dengan ceroboh menghirup napas dan tidak siap saat aroma tubuh wanita tersebut memenuhi indra penciumannya. Wangi lembut lili, harum sitrus dari helaian rambutnya yang terlepas dari jepitan, dan dia yang lagi-lagi kehilangan konsentrasi. Sepertinya otaknya sudah benar-benar rusak, bahkan sebelum kecelakaan kedua terjadi.

“Kau istriku, ‘kan?” bisiknya parau, mencondongkan tubuh, mendekatkan wajah. “Seharusnya ini tidak ilegal.”

Bibir mereka bertemu. Dan detik itu juga dia berhenti bertanya-tanya, tentang alasan di balik pernikahannya yang tiba-tiba.

Ayahnya benar. Dia baru saja bertekuk lutut di kaki seorang wanita dan dalih konyol apa pun yang dia kemukakan sebagai alasan, tidak bisa mengembalikan apa-apa.

***

Hye-Na membasuh wajahnya, mencipratkan air agar dia setidaknya tersadar dan kembali mendapatkan akal sehatnya yang untuk sesaat hilang.

Sial, sial, sial, dia berada dalam masalah besar. Satu ciuman, dan segalanya porak poranda dalam satu kedipan.

Tidak ada satu ciuman pun yang pernah terasa seperti itu, yang sebanding dengan apa yang dilakukan pria itu beberapa menit yang lalu. Cara pria itu menekan bibirnya, caranya merespons, dan panas yang membakar kemudian. Dari ratusan ciuman yang pernah dia lakukan, dan dari banyak pria yang dianggapnya berbakat, dia mendadak merasa seperti remaja yang baru mendapatkan ciuman pertama.

Ada yang berkata bahwa dalam memulai sebuah hubungan, cinta bisa menyusul kemudian, tapi dari awal seharusnya sudah ada gairah, atau tidak sama sekali. Dan, dia tidak bisa menemukan definisi yang lebih tepat lagi dari gairah selain dari apa yang pria itu tunjukkan padanya. Demi Tuhan, itu hanya ciuman tiga detik yang bahkan tidak melibatkan lidah. Ada apa dengannya? Dia sudah berpengalaman, bukan lagi gadis polos yang tidak tahu apa-apa, dan sekarang dia kalang kabut hanya karena satu ciuman? Tamatlah riwayatnya!

Dia meremas rambutnya, lalu tersadar dan cepat-cepat merapikannya lagi. Dia tidak boleh membuat pria itu curiga. Seorang istri tidak seharusnya kacau balau hanya karena dicium oleh suaminya.

Dia memejamkan mata, mengingat dengan jelas apa yang terjadi setelah pria itu mundur, tampak begitu terkejut, seolah prediksinya baru saja melenceng jauh, seolah apa yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasinya sama sekali. Seolah… reaksi yang timbul karena ciuman tersebut tidak seharusnya seperti itu. Juga kalimat yang kemudian pria itu ucapkan dengan suaranya yang terdengar serak.

“Aku rasa aku akan lebih kecewa kalau ternyata kau bukan istriku.”

Saat itulah dia sadar bahwa dia tidak akan lolos dari misi ini hidup-hidup. Bahwa dia akan kehilangan sesuatu. Dan tebakannya, sesuatu itu berarti hatinya.

***

19 thoughts on “TAKE A PEEK: PRESIDENT’S ORDER

  1. Aku nggak ragu beli kok kak, suer kewer kewer beneran
    Tapi aku kepo maksimal sama isinyaaa
    Daaaannnnn
    Jadi makin kepo dan nggak sabar nunggu tanggal 16 😢 paling baru ada di gramedia tanggal 17 😢

    Like

  2. omegat omegaaat
    ini beneran bikin penasaran. jadi sebenernya hyena menikah sama kyuhyun itu beneran tulus apa buat ngerjain misi. huwaaa

    Like

  3. Mantaaaaap. Menanti banget ini novel. Kak Yuli kangen ih sama karya2 nyaaa. Semangat berkarya yaa btw selamat udah jadi editor. Ditunggu karya2 selanjutnya.
    – Menunggu tanggal 16-

    Like

  4. iiihh dibuat penasaran. Ah ini mah harus berburu lagi ke toko buku. Hihi. Tapi baca scenes terakhir kok kayak… em apa ya? semacam agak curiga. Ini kayak tak-tik buatan antara Yeunghwan dan Hye-Na. masa aku mikirnya si Hye-Na itu bukan istri legal-nya Cho Kyuhyun (?) Hahaha. Sok tau ye. Tapi apapun itu.. bakalan terjawab kalo aku beli kan? pengen cepet-cepet ketemu tanggal terbit :3

    Like

  5. Kak Yuliiii, finally! Akhirnya muncul lagi. Aku sudah terlalu rindu dengan karyamu kak *halah*
    Sungguh, aku kangen berat sama KyuNa. Dan sekaran? President’s Order bakal terbit? Demi Tuhan! Ini novel yang selama ini aku tunggu2. I have been waiting this novel for almost 3 years, kak. Nggak tau harus gimana lagi tau kalau ini mau terbit senin besok🙆🙆

    Like

Leave a comment